JENDELAMALUKU.COM – Ketua DPRD Provinsi Maluku, Benhur Watubun, mengecam keras aktivitas penambangan batu gamping oleh PT Batulicin di Pulau Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), yang dinilainya telah melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) daerah tersebut.
“Jelas-jelas aktivitas PT Batulicin ini melanggar tata ruang wilayah (RTRW) Malra, namun masih diberikan izin operasional,” tegas Watubun, Rabu (9/7/2025).
Pernyataan itu disampaikannya menyusul laporan pengiriman 263 ton material tambang dari lokasi penambangan di Ohoi Nerong ke Merauke.
Menurut Watubun, aktivitas tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2024 tentang RTRW Malra, yang dalam Bab V Pasal 38 menyebut wilayah tersebut sebagai kawasan pertanian dan perkebunan.
“Sudah jelas-jelas ini melanggar, namun PT Batulicin tetap melakukan aktivitas penambangan, dengan mengirimkan 263 ton material tambang ke Merauke,” katanya.
Watubun juga menuding PT Batulicin mencoba menyamarkan aktivitasnya dengan mencatut label Proyek Strategis Nasional (PSN), yang menurutnya justru digunakan untuk menipu masyarakat.
“Jangan bodohi rakyat pakai istilah proyek nasional. Aturannya jelas. Kalau tak ada izin, jangan mengobrak-abrik tanah orang,” tegasnya.
Ia menekankan, proyek tersebut tidak membawa manfaat apapun bagi warga lokal dan mempertanyakan alasan material tambang harus diambil dari Kei Besar, padahal bisa didapat dari daerah terdekat di Papua.
“Kenapa tidak ambil dari tambang desa sekitar di Papua? Kenapa harus jauh-jauh ke Kei Besar? Ini pasti permainan kotor para elit bisnis,” tudingnya.
Sorotan juga ia arahkan kepada Pemerintah Provinsi Maluku dan aparat penegak hukum, yang dinilai lalai dalam mengawasi dan menghentikan pengiriman material tambang dalam jumlah besar tersebut.
“Siapa yang menandatangani dokumen pengangkutan, bagaimana bisa lolos pengawasan, adakah oknum pejabat atau aparat yang terima setoran? Jangan anggap masyarakat kami di Kei Besar bodoh,” tandas Watubun.
Ia memperingatkan, masyarakat Kei Besar tidak akan tinggal diam terhadap eksploitasi tanah adat mereka oleh investor yang rakus.
“Ini tanah adat, tanah rakyat, jangan sekali-kali kira kami bodoh. DPRD Maluku tidak akan tunduk pada ancaman, suap, atau tekanan,” pungkasnya.(*)