Umat Islam wajib mewujudkan rasa syukur dan pengagungan itu selain melalui tahmid, takbir dan sejenisnya, juga yang tidak kalah penting melalui kegiatan nyata dengan mengaktualisasikan dan membumikan segala anugerah Allah ke dalam kehidupan sosial yang dapat memberikan kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Kemenhub Bilang Mudik Lebaran Bikin Pergerakan Ekonomi Masyarakat Meningkat
“Dalam ungkapan lain, upaya syukur dan pembumian keberhasilan itu perlu dikembangkan menjadi dasar untuk membangun dan mengembangkan peradaban yang dapat mencerahkan kehidupan dan menyejahterakan bangsa; dan pada gilirannya juga bagi umat manusia secara keseluruhan dan dunia global,” kata KH Abdul A’la Basyir.
Dengan syukur transformatif ini, lanjut KH Abdul A’la Basyir, keniscayaan membangun sistem kehidupan yang dapat menjadi landasan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan untuk terus menuju kepada kehidupan yang lebih baik.
Syukur transformatif harus dapat mengantarkan bangsa ini ke dalam kehidupan ideal tapi tidak utopis; suatu kehidupan yang sarat dengan keadilan, kerukunan, keamanan, kedamaian, dan kesejahteraan.
KH Abdul A’la Basyir juga menyampaikan bahwa pada saat yang sama, kesyukuran ini diharapkan tidak lagi menjadi kegiatan individual yang bergerak sendiri-sendiri.
Namun syukur ini harus menjadi kegiatan bersama yang dilakukan secara terarah, terprogram dan berkelanjutan dengan tujuan dan hasil yang jelas dan benar-benar bermanfaat.
Kesyukuran ini harus bermakna signifikan bagi masyarakat dan bangsa yang niscaya melahirkan keadaban dan peradaban luhur bangsa.
Oleh karena itu, Idul Fitri (yang niscaya kita syukuri karena melimpahnya anugerah Allah pada hari itu) perlu dijadikan momentum strategis untuk aktualisasi rasa syukur ke dalam program dan aksi nyata.
“Kita jangan hanya menginginkan untuk meraih keberhasilan sesaat. Kita niscaya bertekad untuk berhasil secara berkelanjutan dan mampu meningkatkan kualitas keberhasilan itu dari waktu ke waktu. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini baik di tingkat individu, masyarakat, maupun bangsa,” kata KH Abdul A’la Basyir.
Dijelaskan KH Abdul A’la Basyir, dalam perspektif Islam, persatuan merupakan ajaran fundamental yang harus menjadi pegangan umat Islam dalam menjalani kehidupan.
Sebaliknya, berpecah belah merupakan hal yang harus dihindari kapan pun dan di mana pun.
“Sebagai contoh, kesempatan mudik silaturrahim tidak cukup sekadar bersilaturrahim kemudian selesai. Dari silaturrahim dan halal bihalal, kita perlu melakukan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat dan bangsa, mulai dari pemberdayaan warga, terutama yang selama ini terpinggirkan hingga pengembangan desa. Demikian pula dengan kemampuan kita mengeluarkan zakat fitrah, misalnya, kita harus mengembangkannya sebagai program yang memastikan tiadalagi warga di mana pun, siapa pun dan kapan pun, khususnya di negeri ini, yang merasa kelaparan,” tandas KH Abdul A’la Basyir.