JENDELAMALUKU.COM – Ketua Pemuda Katolik Komisariat Maluku Dominicus Deinse Oratmangun menolak aktivitas PT Batulicin Beton Asphalt di Nerong Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) Provinsi Maluku.
Penolakan tersebut dikemukakan menyusul, perijinan yang tidak transparan dan cacat akan partisipasi masyarakat lokal.
“Kami, Pemuda Katolik Komisariat Daerah Maluku, menyatakan keprihatinan dan penolakan atas aktivitas eksplorasi dan rencana eksploitasi tambang oleh PT Batu Licin yang berlangsung di wilayah Kei Besar,” ungkapnya.
Menurutnya, sebagai organisasi kader dan pergerakan yang lahir dari rahim Gereja Katolik dan berakar pada Pancasila serta Konstitusi Negara Republik Indonesia, kami merasa terpanggil untuk bersuara terhadap praktik-praktik perampasan ruang hidup masyarakat yang berkedok investasi.
“Tanah Kei bukan sekedar objek ekonomi, tetapi subjek spiritualitas dan kebudayaan, tanah dan lingkungan di Kei adalah warisan leluhur yang menyatu dengan identitas sosial dan spiritual masyarakat. Setiap jengkalnya mengandung nilai-nilai budaya, sejarah, dan iman yang tidak bisa dinilai dengan uang kompensasi,” jelasnya.
Proses perizinan yang tidak transparan dan cacat partisipasi, Pemuda Katolik menilai bahwa proses masuknya PT Batu Licin ke wilayah Kei Besar tidak melibatkan masyarakat secara terbuka dan tidak mengedepankan prinsip-prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC).
“Ditambah, sikap Bupati Malra yang mengaku “tidak tahu-menahu” soal izin pertambangan justru mempertegas buruknya tata kelola dan lemahnya perlindungan atas hak-hak masyarakat adat dan lokal,” kesalnya.
Dijelaskannya, operasional PT Batulicin melanggar Pasal 35 huruf k Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP-PPK), mengatur larangan melakukan penambangan mineral pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, atau merugikan masyarakat.
“Aktivitas pengerukan tambang berpotensi merusak ekosistem darat dan laut di Kei yang selama ini menopang kehidupan masyarakat. Sebagai bagian dari Gereja Katolik yang menghayati semangat Laudato Si’, kami menolak segala bentuk tindakan yang merusak rumah bersama (our common home) yang dipercayakan Tuhan kepada manusia,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, aktivitas tambang yang dilakukan PT Batulicin tidak ada manfaat langsung bagi masyarakat lokal.
“Pola-pola eksploitasi sumber daya alam oleh korporasi besar selama ini, hanya menyisakan kemiskinan struktural, ketimpangan ekonomi, konflik sosial, dan kerusakan ekologis. Kehadiran PT Batu Licin bukan solusi, melainkan ancaman baru yang akan melanjutkan siklus ketidakadilan di Malra,” pungkasnya.