Opini

Puasa Itu Ringan atau Berat?

×

Puasa Itu Ringan atau Berat?

Sebarkan artikel ini

Ramadan 2024

2/4/2024 - Opini
Hamam Faizin (Dosen STAI Al Hikmah Jakarta)

JENDELAMALUKU.COM – Seorang ayah muda menceritakan kepada saya perihal pertanyaan yang diajukan anaknya, yang tahun ini kali pertama berniat menjalankan puasa penuh (dari Subuh hingga Maghrib).

Pertanyaannya sederhana: Puasa itu ringan atau berat? Tapi, musti mikir agak lama untuk menjawabnya: mencoba mendudukkan konteksnya seperti apa terlebih dahulu.

Namun, untuk menghindari lamanya menunggu jawaban, akhirnya saya menjawab sekenanya.

Puasa itu berat. Di dalam puasa ada unsur menahan.

Oleh sebab itu, puasa adalah kuat-kuatan menahan.

Siapa yang tahan, dia yang akan menang. Siapa yang tahan tidak makan, tidak minum, dia akan menang. Siapa yang tahan tidak emosi, dia akan menang.

Puasa itu menyatakan “tidak” kepada yang “iya”.

Makan dan minun adalah sesuatu yang dibolehkan (iya) bahkan dibutuhkan bagi tubuh manusia.

Namun, ketika seseorang puasa, makai ia akan “tidak” terhadap sesuatu yang boleh itu (iya).

Sewajarnya manusia, pasti dia tidak akan menyia-nyiakan sesuatu yang diperbolehkan, termasuk makan dan minum serta berhubungan intim.

Namun, dalam waktu tertentu, semua yang diperbolehkan itu ditangguhkan, ditahan terlebih dahulu. Jadi, menahan itu berat.

Hanya orang-orang yang kuat saja yang mampu bertahan dan menahan (berat).

Itu jawaban akal-akalan saya. Namun, saya sendiri tidak puas dengan jawaban tersebut.

Pertanyaan anak teman saya selalu berputar-putar di kepala saya. Akhirnya, saya beranikan membuka kitab-kitab tafsir yang sederhana.

Pertama, adalah Tafsir Al-Syahrastani yang berjudul Mafatih al-Asrar wa Mashabih al-Abrar karya Muhammad Abd Al-Karim Asy-Syahrastani (w. 548 H).

Menyambut Malam Lailatul Qadar, 10 Malam Terakhir Ramadan

Kedua, Tafsir Al-Qur’an al-Karim wa I’rabuhu wa Bayanuhu karya Syekh Muhammad ‘Ali Taha Ad-Durrah (w. 2007 M).

Dalam Tafsirnya, Asy-Syahrastani menjelaskan bahwa puasa bukanlah syariat yang dikhususkan untuk umat Islam, tetapi juga diwajibkan kepada umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana QS. Al-Baqarah/2:183.

Penjelasan tersebut—masih menurut Asy-Syahrastani—menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang berat bagi badan (manusia). Namun, puasa menjadi mudah atau ringan pelaksanaannya karena kewajiban puasa ini ditimpakan kepada semua umat (bi ‘umumi fardhihi).

Kaidah yang berlaku biasanya adalah al-uswah takhaffa al-masyaqqah (adanya preseden/contoh puasa sebelumnya, yang dilakukan oleh umat-umat sebelum umat Islam meringankan (beratnya) ibadah puasa).

Kaidah tersebut berlaku di banyak peristiwa.

Misalnya saat kita mendapatkan tugas dari pimpinan, tugas itu terasa gampang dan ringan bila sudah pernah ada preseden / contohnya terlebih dahulu. Presenden tersebut bisa dipelajari dan menjadi modal untuk menjalankan tugas.

Baca artikel menarik lainnya dari JENDELAMALUKU.COM Di CHANNEL TELEGRAM