BeritaMaluku Tenggara

Diduga Tak Kantongi AMDAL, Operasi Tambang PT Batu Licin di Kei Besar Tuai Protes

×

Diduga Tak Kantongi AMDAL, Operasi Tambang PT Batu Licin di Kei Besar Tuai Protes

Sebarkan artikel ini

Tambang di Malra

10/6/2025 - Tambang
TAMBANG: Lokasi tambang PT Batu Licin di Ohoi (Desa) Nerong, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Provinsi Maluku. (Courtesy - ISTIMEWA)

LANGGUR, JENDELAMALUKU.COM – Aktivitas penambangan tanah dan batu oleh PT Batu Licin di Ohoi (Desa) Nerong, Kecamatan Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Provinsi Maluku, tengah menjadi sorotan.

Perusahaan tersebut diduga belum mengantongi dokumen lingkungan resmi, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), namun sudah beroperasi di wilayah tersebut.

Kondisi ini memicu gelombang protes dari masyarakat dan berbagai pihak, termasuk DPRD Provinsi Maluku.

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Suleman Letsoin, menyatakan penolakannya atas kehadiran PT Batu Licin yang dianggap belum memenuhi persyaratan administratif dan prosedural.

“Saya tidak setuju dan sepakat dengan operasional PT Batu Licin, yang tak mengantongi dokumen lingkungan lengkap,” tegas Suleman, Senin (9/6/2025).

Menurut Suleman, saat pihaknya meminta penjelasan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku, DLH mengaku bahwa perusahaan tersebut belum memiliki AMDAL dan bahkan belum melakukan kajian dampak lingkungan di sekitar area tambang.

Anehnya, meskipun dokumen tersebut belum ada, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan izin penambangan.

“Jadi memang dapat dikatakan cacat secara prosedural, apa yang telah dilakukan oleh Dinas terkait,” sesalnya.

Kritik juga muncul terkait proses perizinan dan kesepakatan lahan antara perusahaan dan masyarakat.

Dalam kunjungan pengawasan Komisi II ke lokasi tambang, warga menyampaikan berbagai keluhan, mulai dari masa kontrak lahan hingga nilai ganti rugi yang dinilai tidak adil.

“Mulai dari persoalan harga kontrak lahan, masa kontrak perusahaan, semua di luar ekspektasi dari masyarakat,”ungkap Suleman.

Ia menjelaskan bahwa dalam pertemuan awal yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Malra, disepakati secara lisan bahwa lahan akan dikontrak selama tiga tahun.

Namun dalam praktiknya, saat perusahaan melakukan pembayaran, masyarakat diminta menandatangani kontrak selama 15 tahun.

“Namun saat perusahaan datang dan melakukan pembayaran lahan, masyarakat disodorkan masa kontrak selama 15 tahun dan masyarakat menandatangani langsung lahannya dibayarkan saat itu juga,” terangnya.

Tak hanya itu, nilai pembayaran yang diterima masyarakat juga dianggap merugikan.

Lahan dihargai Rp10 ribu per meter persegi, dengan rincian Rp8 ribu untuk lahan dan hanya Rp2 ribu untuk tanaman yang ada di atasnya.

“Masyarakat ini dirugikan dengan banyak hal, untuk itu kami minta PT Batu Licin segera hengkang dari Kei Besar,” tandasnya.(*)

Baca artikel menarik lainnya dari JENDELAMALUKU.COM Di CHANNEL TELEGRAM