JENDELAMALUKU.COM — Kekecewaan rakyat pada lembaga pemerintah yakni Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) nyata dilakukan dengan aksi ini.
PPATK yang secara masif memblokir rekening bank tidak aktif, atau yang lebih dikenal sebagai rekening dormant.
Langkah ini diambil dengan dalih untuk mencegah kejahatan keuangan seperti pencucian uang dan judi online.
Namun aksi PPATK ini justru menimbulkan kekhawatiran baru yang berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi. Ini karena ada ancaman penarikan uang secara besar-besaran dari bank atau rush money.
Jika fenomena bank run atau rush money terjadi dalam skala masif, fenomena ini dapat menyebabkan krisis likuiditas pada bank yang bersangkutan dan berisiko menular ke bank lain, yang pada akhirnya dapat meruntuhkan sistem perbankan suatu negara.
Di media sosial banyak video viral di mana para nasabah bank yang menarik uang mereka dari ATM.
Bahkan kini hashtag #TarikUang dan #BankRun2025 menjadi viral.
Kekhawatiran ini bukanlah tanpa dasar. Proses pembukaan blokir yang harus melalui pengisian formulir, klarifikasi dari bank, dan verifikasi oleh PPATK bisa memakan waktu antara 5 hingga 20 hari kerja.
Bagi masyarakat yang membutuhkan dana untuk kebutuhan darurat seperti biaya pengobatan atau pendidikan, waktu tunggu ini tentu menjadi masalah serius.
Menanggapi keresahan yang terjadi, PPATK dan pihak perbankan berupaya menenangkan nasabah.
Terbaru, PPATK sudah kembali membuka blokir ratusan ribu rekening sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
Kepala PPATK Ivan Ivan Yustiavandana mengatakan, pihaknya telah membuka blokir rekening yang dibekukan. Jumlahnya lebih dari 28 juta rekening. Sebelum dibuka, petugas mengecek kelengkapan dokumen dan keberadaan pemilik. ”Segera dicabut pemblokirannya,” ucapnya Kamis (31/7).
Pihaknya mengakui ada sejumlah nasabah yang protes akibat pembekuan rekening itu. Namun, setelah dicek, pihak yang protes itu bukan pemilik rekening nganggur. ”Ternyata rekening penampung hasil judi online (judol),” ujarnya.
Menurut Ivan, pemblokiran itu dapat mengurangi tindak kejahatan judol yang beberapa tahun terakhir tengah marak. Pihaknya mengklaim transaksi judol turun drastis mencapai 70 persen. Dari Rp 5 triliun menjadi Rp 1 triliun. ”Ini sesuai dengan Asta Cita untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” paparnya. (*)