“Pembangunan besar ini tidak boleh mengabaikan kelestarian laut. Coastal Road harus jadi simbol transformasi Maluku, bukan kerusakan,” tegas Kasrul.
Pernyataan ini patut dikawal secara serius, mengingat reklamasi untuk pembangunan pesisir sering kali menjadi sumber kerusakan lingkungan dan konflik sosial, jika tidak direncanakan secara cermat dan partisipatif.
Lebih jauh, proyek ini menjadi pengejawantahan Sapta Cita Maluku, yakni visi pembangunan daerah yang menekankan pemerataan infrastruktur, perlindungan lingkungan, hingga harmoni sosial.
Visi ini juga selaras dengan Asta Cita Nasional, terutama pada prinsip pembangunan dari pinggiran dan peningkatan kualitas hidup rakyat.
Sebagai bentuk percepatan, Pemprov akan membentuk Tim Percepatan Pembangunan Coastal Road, melibatkan unsur lintas sektor: Pemprov, Pemkot Ambon, BPN, akademisi, hingga masyarakat lokal.
“Setiap reklamasi akan menghadirkan lahan baru yang dikelola dengan tanggung jawab lingkungan,” tambah Kasrul.
Jika tidak ada hambatan, pembangunan fisik akan dimulai pada awal 2026. Dalam beberapa tahun ke depan, Teluk Ambon akan menjadi saksi apakah proyek ini benar-benar membawa transformasi, atau justru menimbulkan masalah baru.
Coastal Road kini menjadi simbol: keberanian politik Gubernur Hendrik Lewerissa dalam memperjuangkan masa depan Maluku, sekaligus ujian besar untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya membangun jalan, tetapi juga jalan keluar dari kemiskinan, keterisolasian, dan kerusakan lingkungan.







