Kenapa mesti Hari Kartini, tidak yang lain?
Sebagai seorang presiden di satu pihak dan seorang intelektual yang piawai di pihak lain, dipastikan, bahwa Bung Karno memiliki parameter tersendiri yang logis dan kuat.
Hanya saja memang, secara konkret, tidak diurai olehnya.
Namun atas dasar analisis empirik versi sementara pihak, paling tidak ada enam karakter yang lekat pada pribadi seorang Kartini, yaitu: (1) Cerdas dan Berwawasan Luas, (2) Memiliki Tekad yang Bulat dan Pantang Menyerah, (3) Patuh dan Menghormati Orang Tua, (4) Berani dan Optimis, (5) Sederhana dan Rendah Hati dan (6) Berjiwa Sosial dan Penuh Kasih. (Gramedia.com)
Apa yang paparkan di atas, basis tolok ukurnya lebih berat ke timbangan normatif.
Pasalnya, para pahlawan kaum Hawa, semuanya dipastikan memiliki hal serupa.
Sebab, tidak mungkin mereka menyandang gelar “Pahlawan Nasional”, tanpa memiliki karakter tersebut.
Lantas, apa kelebihan paling spesial yang dimiliki Kartini, (kebetulan) tidak dimiliki mereka (para pahlawan kaum Hawa lainnya)? Tentu banyak sekali.
Kalau disebut karena dia sebagai pelopor “emansipasi wanita”, pada tataran aktualisasi di lapangan semua pahlawan kaum Hawa sesungguhnya adalah pelaku yang sama (pelopor “emansipasi wanita” walau dengan cara yang berbeda-beda).
Jadi bicara “emansipasi wanita” sangat universal adanya.
Boleh jadi, satu dari sekian maziyah yang dimiliki Kartini, sementara ia tidak dimiliki oleh deretan para pahlawan kaum Hawa di atas, bahwa betapa seorang yang dijustifikasi oleh kaum imperialis sebagai inlander yang dianggap tidak memiliki kelebihan apapun, ternyata Kartini mampu membelah atmosfer dunia akademis.