Dia melompat dari jendela kebodohan dan keterbelengguan menuju dunia baru yang progresif.
Gebrakan pemikiran akademis Kartini mulai direspon oleh pemerintah kolonial.
Belum genap satu tahun setelah kumpulan surat Kartini diterbitkan pada 1911, perhatian atas pendidikan formal perempuan Jawa mulai meningkat.
Ratu Belanda menunjuk Abendanon untuk mengurusi pendidikan perempuan pribumi Hindia Belanda.
Awal 1912, terbentuklah komite perumusan model pendidikan perempuan Jawa. Komite ini digerakkan oleh orang-orang yang dekat dengan pemikiran Kartini.
Komite mengadakan rapat pertama pada 1 Februari 1912 di Den Haag dan membentuk Yayasan Kartini. Sumber dana yayasan berasal dari penjualan buku Kartini.
Kartini benar-benar mendapat tempat istimewa di ruang apresiasi para elite Belanda. Sebagai wujud penghargaan atas jasa gagasan dan pemikiran Kartini, mereka membikin “Kartini Award” dan namanya diabadikan di salah satu kota di Belanda, yaitu di Utrech.
Sungguh, tidak hanya menjadi suri teladan bagi kaum Hawa, juga bagi kaum Adam.
Tidak hanya untuk kelas Indonesia, tapi juga untuk konteks kelas dunia.
Tegasnya, Kartini sudah “go internasional”, yang sungguh langka bisa hadir pada zamannya saat itu.
Wallahu A’lam bi al-Shawab.
Saipullah Sanusi (Dosen Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)







