Jadi bicara “emansipasi wanita” sangat universal adanya.
Boleh jadi, satu dari sekian maziyah yang dimiliki Kartini, sementara ia tidak dimiliki oleh deretan para pahlawan kaum Hawa di atas, bahwa betapa seorang yang dijustifikasi oleh kaum imperialis sebagai inlander yang dianggap tidak memiliki kelebihan apapun, ternyata Kartini mampu membelah atmosfer dunia akademis.
Wujudnya, dia mampu mengekspresikan segala kegundahan dirinya karena tindakan imperialis lewat surat-surat yang ditulis tangan dalam bahasa Belanda, yang dikirimkan kepada sahabat penanya yang ada di Belanda yang notabene mereka adalah sosok orang-orang bergengsi.
Terungkap dalam tulisannya yang disampaikan kepada Stella tertanggal 25 Mei 1899, “Renungan tentang dan untuk Bangsanya (1979) yang diterjemahkan Sulastin Sutrisno:
“Saya ingin sekali berkenalan dengan seorang ‘gadis modern’, yang berani, yang mandiri, yang menarik hati saya sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap, riang, dan gembira, penuh semangat dan keceriaan.”