Namun, penekanan kalimat itu hanya ingin menegaskan bahwa selain ke-Mahamurahan-Nya, Allah juga memiliki sifat tegas bagi mereka yang berperilaku “berlebihan”.
Hal ini untuk menunjukkan kepada makhluk-Nya memiliki “wibawa” yang mutlak.
Cara pandang kita kepada Allah akan sangat menentukan corak pembentukan kepribadian beragama seseorang. Lihatlah watak kaum “Khawarij” yang sangat kaku dalam menjalankan ajaran dan keyakinan agamanya.
Dalam sejarah dicatat, kaum Khawarij adalah mereka yang memandang keyakinannya dengan kaca mata kuda.
Mereka lebih menonjolkan ajaran dan keyakinan agama yang menempatkan Allah sebagai penguasa jagad raya yang “seram” dan “menakutkan”.
Salah satu doktrin Khawarij yang dijadikan standar teologis adalah bahwa bagi siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) menurut “kaca mata” mereka, maka termasuk kaum kafir yang halal darahnya.
Hal ini dibuktikan dengan tuduhan kafir kapada Sayyidina Ali bin Abi Thalib saat menerima tahkim arbitrase dengan Mu’awiyah karena dianggap berhukum bukan dengan hukum Allah.
Yang lebih parah lagi, tafsir ajaran dan keyakinan agama kaum Khawarij benar-benar diwujudkan melalui tangan bernama Abdurrahman bin Muljam saat memimpin salat subuh di Masjid Agung Kufah dengan membunuh beliau.
Siapa sosok Pembunuh itu? Ia adalah ahli tahajud, puasa, dan penghafal Al-Qur’an.
Seorang yang sangat religius namun salah dalam memaknai teks Al-Quran. Tentu, ini merupakan tragedi kemanusiaan yang menyedihkan yang dicatat oleh tinta gelap sejarah atas pembunuhan terhadap seorang khalifah Islam yang nota-bene sahabat Nabi dan suami putri Rasulullah.
Belajar dari uraian dan kilas balik sejarah di atas, selayaknya kita ambil pelajaran bahwa beragama harus dimulai dari cara beriman kita kepada Allah dengan benar. Iman yang memancarkan sifat-sifat Allah yang berlimpah rahmat (kasih sayang) dibandingkan sifat ghadlab (murka-Nya).
Bukankah setiap saat kita membaca “basmalah” yang menyebut Allah Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang?
Bukankah diutusnya Rasulullah di muka bumi ini untuk menebarkan rahmat kepada penduduk alam?
Mari menjadi umat beragama yang memandang sesama dan makhluk lain dengan kaca mata kasih sayang. Wallahu a’lam bish-shawab.
Thobib Al Asyhar, dosen Kajian Islam dan Psikologi pada SKSG Universitas Indonesia, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah Kementerian Agama.