Namun umat Islam lebih condong kepada penyebutan Lailatul Qadar sebab ia bukanlah pengkalenderan malam turunnya Al-Quran.
Selain itu juga ada hal dalam surat al-Qadar, yaitu ketika terjadi pengulangan kata dalam bentuk pertanyaan; “Tahukah kamu Lailatul Qadar?
Pertama, Lailatul Qadar keutamaannya melebihi 1000 malam.
Kedua, pada Lailatul Qadar para malaikat yang masing-masing memiliki tugas khusus yang berhubungan dengan urusan manusia, termasuk malaikat Jibril, turun semua ke bumi. Mereka membawa kedamaian dan keselamatan serta memohonkan ampunan untuk ummat Islam, sampai terbit fajar.
Gambaran Surat al-Qadar mengenai keutamaan Lailatul Qadar inilah yang membangkitkan semangat ummat Islam untuk bertafakkur, beramal, dan memperbanyak ibadah di 10 malam terakhir bulan Ramadan yang tak dapat diprediksi dan ditentukan.
Tak Hanya Sidak, Pertamina Juga Bagi-bagi Takjil Gratis di Sekitaran SPBU Nabire
Benar, bahwa Lailatul Qadar terselubung penuh misteri! Adapun prediksi dan penentuan Lailatul Qadar yang dikemukakan para ulama hanya bersifat takwili atau apologi.
Misalnya ada yang membuat patokan Lailatul Qadar terjadi setiap 27 Ramadan.
Hal ini karena dalam perhitungan jumlah kata pada Surat al-Qadar terdapat 30 kata dan 114 huruf: menyerupai jumlah juz Al-Qur’an dan pembagian surat Al-Qur’an.
Kemudian, Lailatul Qadar diprediksi jatuh setiap 27 Ramadan dikarenakan lafal “HIYA” (Hatta Math’alil fajr) –yakni dhomir yang menunjuk langsung “Lailatul Qadar”– adanya pada urutan ke-27 dari total 30 kata dalam Surat al-Qadar.
Sekalipun demikian tidak ada anjuran bahwa kita cukup beribadah di malam tertentu seperti malam 27 Ramadan saja.
Melainkan di 10 malam terakhir bulan Ramadan, kita dianjurkan untuk lebih giat beribadah kepada Allah Swt guna menyambut Lailatul Qadar.
Sepuluh Malam Terakhir Ramadan
Kebiasaan ummat Islam di dunia untuk menghidupkan 10 malam terakhir di bulan Ramadan adalah dengan cara beri’tikaf. Ibadah ini merupakan ajaran yang dipraktikkan secara langsung oleh Rasulullah Saw.
Dari Siti Aisyah diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw melakukan I’tikaf pada 10 terakhir Ramadan semenjak beliau menetap di kota Madinah hingga beliau wafat.
Beri’tikaf merupakan usaha untuk mendekatkan diri (muraqabah) kepada Allah dengan penuh ikhlas.
Pada momentum inilah kita menyerahkan diri kepada Sang Khaliq.
Kita berupaya untuk taat beribadah kepada Allah Swt sesuai petunjuk-Nya dan tak ingin berpaling dari-Nya.
Seolah-olah kita berdiri di depan pintu rahmat-Nya menunggu datangnya pengampunan dari Allah Swt.