Tulisan ini ditulis oleh Thobib Al Asyhar (Dosen Psikologi Islam SKSG Universitas Indonesia, Direktur GTK Madrasah, Kemenag RI)
JENDELAMALUKU.COM – Salah satu penyakit hati (amradl al-qulub) yang sangat merusak amal adalah riya (pamer), selain hasad, ujub, takabbur, bakhil, munafiq, dan lainnya. Dilihat dari skalanya, riya memiliki levelnya, mulai yang paling tinggi hingga samar-samar atau sangat lembut.
Riya level tertinggi sangat mudah dideteksi, baik diri sendiri, apalagi orang lain.
Sementara riya sembunyi sering tidak disadari.
Dalam praktiknya, kadang kita mengira sudah cukup berhati-hati, karena menyadari pentingnya ikhlas dalam beramal.
Sekian amal kebajikan dilakukan dalam sunyi, doa-doa dipanjatkan dalam kesendirian, sedekah diberikan tanpa kelihatan mata orang lain.
Tapi tetap saja, ada sesuatu yang terasa ganjil—sebuah harapan samar, keinginan halus agar kebaikan kita diketahui, dihargai, atau setidaknya dibalas oleh sesama.
Dilihat dari sifatnya, riya memang seperti itu. Ia tidak selalu datang dengan “wajah” yang terang.