Tulisan ini ditulis oleh Thobib Al Asyhar (Dosen Psikologi Islam SKSG Universitas Indonesia, Direktur GTK Madrasah, Kemenag RI)
JENDELAMALUKU.COM – Salah satu penyakit hati (amradl al-qulub) yang sangat merusak amal adalah riya (pamer), selain hasad, ujub, takabbur, bakhil, munafiq, dan lainnya. Dilihat dari skalanya, riya memiliki levelnya, mulai yang paling tinggi hingga samar-samar atau sangat lembut.
Riya level tertinggi sangat mudah dideteksi, baik diri sendiri, apalagi orang lain.
Sementara riya sembunyi sering tidak disadari.
Dalam praktiknya, kadang kita mengira sudah cukup berhati-hati, karena menyadari pentingnya ikhlas dalam beramal.
Sekian amal kebajikan dilakukan dalam sunyi, doa-doa dipanjatkan dalam kesendirian, sedekah diberikan tanpa kelihatan mata orang lain.
Tapi tetap saja, ada sesuatu yang terasa ganjil—sebuah harapan samar, keinginan halus agar kebaikan kita diketahui, dihargai, atau setidaknya dibalas oleh sesama.
Dilihat dari sifatnya, riya memang seperti itu. Ia tidak selalu datang dengan “wajah” yang terang.
Tidak selalu muncul dalam keramaian, dalam amal yang disengaja untuk dilihat orang lain.
Kadang ia datang dalam bentuk yang sangat lembut, lebih sunyi, lebih halus—menyusup ke dalam relung hati terdalam tanpa kita sadari.
Ada orang yang beribadah sendirian dengan air mata berlinang mata, tapi diam-diam berharap agar orang lain menghormatinya lebih dari sebelumnya.
Ada yang menahan diri dari dosa, tapi dalam hatinya ingin dianggap lebih suci atau lebih taat.
Ada yang berbuat baik dengan tulus, tapi sedikit kecewa saat kebaikannya tak diakui.
Karena ikhlas memang saling terkait, antara niat hingga terlaksananya amal, bahkan pasca amal.
Kita merasa telah melakukan segalanya karena Allah, tapi jika suatu saat hak kita tidak ditunaikan, jika orang lain tidak menunjukkan penghormatan yang kita harapkan, ada rasa aneh yang menyusup.
Seolah-olah amal kita kehilangan nilainya karena tidak mendapat tempat dalam pandangan manusia.
Padahal, sejak awal, bukankah kita berkata bahwa ini hanya untuk-Nya?
Riya (pamer) jenis ini, yang terselubung dalam kesunyian, jauh lebih sulit dikenali. Ia bukan lagi sekadar ingin dipuji karena amal yang terlihat. Ia adalah keinginan halus agar hati orang lain tertarik, tunduk, atau memberikan hak-hak yang kita rasa pantas.
Para bijak bestari adalah mereka yang benar-benar mengenal Allah, telah melewati jalan panjang ini.
Mereka paham betapa sulitnya memurnikan niat. Betapa halusnya riya menyelinap dalam relung hati, bahkan dalam kebaikan yang dilakukan tanpa saksi.