Kebenaran akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:32).Yesus Kristus Wafat karena dihukum mati mempertahankan kebenaran. Ia wafat di Salib, tapi Ia bangkit mengalahkan kematian. Wafat dan kebangkitan-Nya membawa cahaya kehidupan baru bagi manusia.
OPINI, JENDELAMALUKU.COM – Peristiwa wafatnya Yesus Kristus merupakan cerminan dari kehidupan manusia di dunia. Ketika Yesus memasuki pintu gerbang Yerusalem, pada Minggu Palma, banyak orang menyambut Yesus dan mengelu-elukan Dia sambil bersorak sorai, “Hosanna, terpujilah Kristus Raja Maha Jaya”.
Dan tidak lama kemudian, orang-orang yang menyambut Yesus dengan sorak sorai, berubah, mereka berteriak meminta agar Yesus disalibkan.
Berhadapan dengan kekuasaan duniawi manusia dapat dengan mudah berkompromi, dan berubah menjadi orang yang permisif dan bahkan menghianati kebenaran.
Kekuasaan sering kali membuat mata hati manusia silau, apalagi bagi orang-orang yang ingin bergabung dan bersekongkol dengan penguasa.
Bahkan banyak orang membunuh kebenaran, mematikan nurani agar mereka dapat bergabung dengan penguasa, demi mempertahankan kuasa, harta dan tahta.
Mereka bisa dengan mudah berubah, awalnya menyembah, mengelukan penguasa, tapi bisa dengan mudah mencela, mengucilkan bahkan sampai menghojat, seperti imam-imam kepala, penguasa Yahudi yang bersekongkol untuk membawa Yesus ke pengadilan Pilatus.
Pilatus penguasa Romawi tidak mendapati kesalahan apa pun pada Yesus. Pilatus berkata; “Ambil Dia dan salibkan Dia; sebab aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada-Nya”.
Imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi memaksa, “Kami mempunyai hukum dan menurut hukum itu Ia harus mati, sebab ia menganggap diri-Nya sebagai Anak Allah, Mesias”, (Yoh. 19: 6 – 7). Yesus tetap dijatuhi hukuman mati. Yesus Kristus wafat mengorbankan hidup-Nya. “Ya Bapa-Ku, jikakalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi”, (Luk. 22: 42).
Inilah penyerahan hidup Yesus mengikuti kehendak Allah Bapa, (membela kebenaran); Ia memilih taat pada misi Bapa-Nya yang mengutus Dia untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa dan kejahatan.
Inilah sebuah model kebenaran sejati.
Kebenaran yang menyelamatkan hanya dinyatakan oleh Allah melalui Roh-Nya.
Karena kebenaran sejati tidak pernah datang dari seorang penguasa dunia, atau dari hikmat manusia.
“Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu (Pilatus) lebih besar dosamu”, (Yoh 19: 11).